Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA) atau dikenal dalam terminologi bahasa Inggris Asean Economic Community (AEC) start sejak akhir 2015. Deklarasi blue print MEA dikonsep sejak November
2007 di Singapura sedangkan persetujuan dimulainya program ini telah ditandatangani
bersama oleh para petinggi negara-negara ASEAN pada 22 November 2015 bertempat
di Kuala Lumpur Malaysia. Hal ini membuktikan bahwa MEA adalah agenda besar
yang memang dipersiapkan sematang mungkin karena membutuhkan sekitar lebih
kurang lebih delapan tahun untuk planning,
sounding, finalizing dan acting.
Salah satu kulminasi
penting MEA adalah pilar ekonomi tangguh yang bisa dirasakan bersama oleh
masyarakat di Asia Tenggara. Abstraksi kerjasama ekonomi yang disepakati untuk mencapai
tujuan tersebut yaitu satu negara bebas terkendali dalam menjual barang dan
jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara. Kegiatan
ekonomi atau jual beli barang dan jasa dimungkinkan akan banyak terjadi dalam
waktu dekat ini di kawasan regional ASEAN walaupun memang masyarakat pelaku
ekonomi bawah belum bisa mengalami langsung transaksi dengan orang yang berasal
dari negara berbeda.
Transaksi jual beli
barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi MEA tidak bisa dilepaskan dari fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi. Penjual bisa menawarkan serta menjelaskan kondisi
barang dan jasa secara verbal dengan menggunakan bahasa, begitupun juga dengan
pembeli yang menginginkan harga tertentu harus menggunakan bahasa sebagai
konektor apa maksud yang diinginkannya.
Tidak semua bahasa
dapat digunakan di kegiatan ekonomi yang berlaku di kancah MEA dan juga tidak
ada dominasi bahasa tertentu yang mutlak digunakan. Dapat dibayangkan kalau
seseorang dari negeri jiran yang tidak mengerti bahasa inggris misalnya mau
membeli barang, lalu penjual dari negara kita bersikukuh menggunakan bahasa asing
tersebut, hal ini tentu merugikan penjual sendiri karena jual beli kemungkinan
besar tidak akan terjadi. Sebaliknya pengusaha negara kita yang bermodalkan
bahasa Indonesia saja nanti akan terkendala dalam penyampaian maksud pembelian
barang apabila bertemu dengan pedagang yang notabene hanya bisa berprinsip bisa
bahasa asing saja.
Bahasa yang bisa
diimplementasikan adalah bahasa proporsional/komunikatif dalam pengertian
bahasa tersebut bisa dimengerti dan dipahami oleh kedua pihak. Selain itu, proporsional
disini bisa didefinisikan sebagai bahasa yang melihat siapa dan dari negara mana
partner bisnis kita berasal karena dengan begitu kita bisa langsung mendeteksi
bahasa apa yang harus digunakan selama proses jual beli barang dan jasa. Signifikansi
penggunaan bahasa proporsional adalah terjadinya kemudahan transaksi antar
pihak yang berkepentingan dalam kegiatan ekonomi.
Sedikitnya ada tiga
bahasa proporsional rasional di kancah MEA, yaitu bahasa Indonesia, bahasa
Melayu, dan bahasa Inggris. Bahasa-bahasa tersebut memang patut diaplikasikan
karena jumlah penuturnya sangat banyak dan bisa dimengerti di kalangan masyarakat
ASEAN.
Bahasa Indonesia merupakan
rumpun bahasa melayu yang digunakan oleh sekitar 240 juta penduduk Indonesia. Aura
positif lain dari bahasa Indonesia adalah bahasa ini bisa dipahami oleh masyakarat
yang berdomisili di Singapura, Brunei dan Malaysia. Tentunya bagi bangsa
Indonesia ini adalah peluang untuk menjual dan menawarkan barang atau melakukan
proses bisnis kepada masyarakat yang memang mengerti bahasa Indonesia yang
berada di luar negeri. Penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat rumpun melayu
sangat dianjurkan dalam melakukan kepentingan jual beli karena selain komunikasi
bisnis akan lebih mudah, rasa kebanggaan dan persaudaraan sebagai masyarakat
satu rumpun akan terbentuk. Tetapi penggunaan bahasa ini sifatnya tetap
terbatas, tidak bisa dipaksakan kepada semua pelaku ekonomi MEA yang memang
tidak mengerti dan paham bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu adalah
bahasa yang digunakan oleh sekitar 400 juta penduduk yang berdomisili di Indonesia,
Singapura, Brunei, Malaysia dan sebagian di negara lain. Bahasa melayu patut
digunakan sebagai salah satu bahasa bisnis di MEA karena merupakan bahasa
keempat yang sering digunakan masyarakat dunia dalam menjalankan aktifitas
komunikasi sehari-hari. Bisa dikatakan bahwa bahasa melayu adalah bahasa
internasional negara-negara yang tinggal di kawasan MEA karena saking seringnya
dipakai oleh masyarakat di negara ASEAN. Kembali lagi merujuk ke bahasa
proporsional di kancah MEA, bahasa melayu memang tidak bisa digunakan untuk
proses bisnis kepada mereka yang tidak mengerti bahasa melayu itu sendiri.
Bahasa inggris adalah
bahasa yang memang kuat dan didukung penggunaannya oleh seluruh negara ASEAN untuk
bahasa pengantar dalam hal apapun tidak terkecuali bisnis di cakrawala MEA. Bahasa
Inggris menempati posisi wahid karena bahasa ini telah diresmikan sebagai
bahasa internasional. Pasti di seluruh dunia setiap detik ada orang
berkomunikasi memakai bahasa ini. Berkaitan dengan proses kegiatan ekonomi di
MEA, sangat disarankan semua orang untuk menguasai bahasa ini. Bahasa Inggris
adalah alternatif aman bagi pelaku ekonomi (pedagang dan pembeli) di kawasan
MEA yang memang tidak biasa menggunakan baik bahasa Indonesia ataupun bahasa
melayu.
(Ditulis
oleh Rudi Permadi dan telah di publikasikan Koran Radar Tasikmalaya, Selasa, 26
Januari 2016)
referensi:
gambar dari kisahhikmah.com
0 komentar:
Post a Comment