Monday, August 7, 2017

BAHASA PROPORSIONAL DI KANCAH MEA



Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau dikenal dalam terminologi bahasa Inggris Asean Economic Community (AEC) start sejak akhir 2015. Deklarasi blue print MEA dikonsep sejak November 2007 di Singapura sedangkan persetujuan dimulainya program ini telah ditandatangani bersama oleh para petinggi negara-negara ASEAN pada 22 November 2015 bertempat di Kuala Lumpur Malaysia. Hal ini membuktikan bahwa MEA adalah agenda besar yang memang dipersiapkan sematang mungkin karena membutuhkan sekitar lebih kurang lebih delapan tahun untuk planning, sounding, finalizing dan acting.
Salah satu kulminasi penting MEA adalah pilar ekonomi tangguh yang bisa dirasakan bersama oleh masyarakat di Asia Tenggara. Abstraksi kerjasama ekonomi yang disepakati untuk mencapai tujuan tersebut yaitu satu negara bebas terkendali dalam menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara. Kegiatan ekonomi atau jual beli barang dan jasa dimungkinkan akan banyak terjadi dalam waktu dekat ini di kawasan regional ASEAN walaupun memang masyarakat pelaku ekonomi bawah belum bisa mengalami langsung transaksi dengan orang yang berasal dari negara berbeda.
Transaksi jual beli barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi MEA tidak bisa dilepaskan dari fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. Penjual bisa menawarkan serta menjelaskan kondisi barang dan jasa secara verbal dengan menggunakan bahasa, begitupun juga dengan pembeli yang menginginkan harga tertentu harus menggunakan bahasa sebagai konektor apa maksud yang diinginkannya.
Tidak semua bahasa dapat digunakan di kegiatan ekonomi yang berlaku di kancah MEA dan juga tidak ada dominasi bahasa tertentu yang mutlak digunakan. Dapat dibayangkan kalau seseorang dari negeri jiran yang tidak mengerti bahasa inggris misalnya mau membeli barang, lalu penjual dari negara kita bersikukuh menggunakan bahasa asing tersebut, hal ini tentu merugikan penjual sendiri karena jual beli kemungkinan besar tidak akan terjadi. Sebaliknya pengusaha negara kita yang bermodalkan bahasa Indonesia saja nanti akan terkendala dalam penyampaian maksud pembelian barang apabila bertemu dengan pedagang yang notabene hanya bisa berprinsip bisa bahasa asing saja.
Bahasa yang bisa diimplementasikan adalah bahasa proporsional/komunikatif dalam pengertian bahasa tersebut bisa dimengerti dan dipahami oleh kedua pihak. Selain itu, proporsional disini bisa didefinisikan sebagai bahasa yang melihat siapa dan dari negara mana partner bisnis kita berasal karena dengan begitu kita bisa langsung mendeteksi bahasa apa yang harus digunakan selama proses jual beli barang dan jasa. Signifikansi penggunaan bahasa proporsional adalah terjadinya kemudahan transaksi antar pihak yang berkepentingan dalam kegiatan ekonomi.
Sedikitnya ada tiga bahasa proporsional rasional di kancah MEA, yaitu bahasa Indonesia, bahasa Melayu, dan bahasa Inggris. Bahasa-bahasa tersebut memang patut diaplikasikan karena jumlah penuturnya sangat banyak dan bisa dimengerti di kalangan masyarakat ASEAN.
Bahasa Indonesia merupakan rumpun bahasa melayu yang digunakan oleh sekitar 240 juta penduduk Indonesia. Aura positif lain dari bahasa Indonesia adalah bahasa ini bisa dipahami oleh masyakarat yang berdomisili di Singapura, Brunei dan Malaysia. Tentunya bagi bangsa Indonesia ini adalah peluang untuk menjual dan menawarkan barang atau melakukan proses bisnis kepada masyarakat yang memang mengerti bahasa Indonesia yang berada di luar negeri. Penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat rumpun melayu sangat dianjurkan dalam melakukan kepentingan jual beli karena selain komunikasi bisnis akan lebih mudah, rasa kebanggaan dan persaudaraan sebagai masyarakat satu rumpun akan terbentuk. Tetapi penggunaan bahasa ini sifatnya tetap terbatas, tidak bisa dipaksakan kepada semua pelaku ekonomi MEA yang memang tidak mengerti dan paham bahasa Indonesia.
Bahasa Melayu adalah bahasa yang digunakan oleh sekitar 400 juta penduduk yang berdomisili di Indonesia, Singapura, Brunei, Malaysia dan sebagian di negara lain. Bahasa melayu patut digunakan sebagai salah satu bahasa bisnis di MEA karena merupakan bahasa keempat yang sering digunakan masyarakat dunia dalam menjalankan aktifitas komunikasi sehari-hari. Bisa dikatakan bahwa bahasa melayu adalah bahasa internasional negara-negara yang tinggal di kawasan MEA karena saking seringnya dipakai oleh masyarakat di negara ASEAN. Kembali lagi merujuk ke bahasa proporsional di kancah MEA, bahasa melayu memang tidak bisa digunakan untuk proses bisnis kepada mereka yang tidak mengerti bahasa melayu itu sendiri.
Bahasa inggris adalah bahasa yang memang kuat dan didukung penggunaannya oleh seluruh negara ASEAN untuk bahasa pengantar dalam hal apapun tidak terkecuali bisnis di cakrawala MEA. Bahasa Inggris menempati posisi wahid karena bahasa ini telah diresmikan sebagai bahasa internasional. Pasti di seluruh dunia setiap detik ada orang berkomunikasi memakai bahasa ini. Berkaitan dengan proses kegiatan ekonomi di MEA, sangat disarankan semua orang untuk menguasai bahasa ini. Bahasa Inggris adalah alternatif aman bagi pelaku ekonomi (pedagang dan pembeli) di kawasan MEA yang memang tidak biasa menggunakan baik bahasa Indonesia ataupun bahasa melayu.  
(Ditulis oleh Rudi Permadi dan telah di publikasikan Koran Radar Tasikmalaya, Selasa, 26 Januari 2016)

referensi:
gambar dari kisahhikmah.com

RUDI PERMADI

redaksi

Isi dalam blog ini semoga bermanfaat dan berkontribusi dalam ranah charity,edukasi, history,Informasi, Promosi, Rekreasi, Religi. Koreksi dan evaluasi sangat dinanti untuk kualitas tinggi.

0 komentar:

Post a Comment